Krisis Sarajevo (Pemicu Meledaknya Eropa)

Posted by Smoking Frogz in


Pembunuhan putra mahkota kekaisaran Austria-Hungaria Archduke Feanz Ferdinand dan istrinya oleh seorang pemuda serbia-bosnia pada 28 juni 1914 telah memicu pecahnya perang dunia I. Perang besar ini dinamakan -The Great War- perang dari segala perang yang mengkerdilkan semua perang yang pernah terjadi sebelumnya. Tetapi sesungguhnya, penyebab perang itu sendiri jauh lebih luas dan kompleks daripada hanya sekedar peristiwa tragis di sarajevo tersebut. Berbagai proses kedengkian, persaingan dan benturan kepentingan diantara kekuatan-kekuatan eropa sejak puluhan tahun sebelunya telah bertali-temali dan mengerucut menjadi penyebab perang. Liddel Hart, sejarawan kemiliteran inggris menyebutkan betapa ‘proses’ proses selama 5 tahun telah dilalui dan menjadikan eropa eksplosif.

Gravilo Princip adalah pemuda serbia bosnia yang ditugaskan membunuh Franz Ferdinand oleh sebuah kelompok rahasia Serbia. Organisasi ini tidak menyukai sikap putra mahkota Austria yang menyetujui konsesi bagi minoritas bangsa slav selatan atau bosnia yang kala itu merupakan bagian dari Kekaisaran Austria-Hungaria. Konsesi tersebut dianggap akan membuyarkan rencana Serbia untuk memanfaatkan ketidakpuasan orang Slav selatan guna memenuhi ambisinya untuk membentuk federasi Serbia Raya yang juga akan memasukkan Bosnia didalamnya. Selain itu, ada juga dugaan bahwa pembunuhan tersebut untuk memprovokasi perang antara Austria dengan Serbia, sehingga Rusia yang memposisikan dirinya sebagai ‘Pelindung Tradisional’ negara-negara kecil Slav di balkan, akan membantu Serbia dalam melawan kekuasaan Austria.

Konstelasi kekuatan di eropa itu pada intinya adalah kekaisaran Austria-Hungaria bersekutu dengan Kekaisaran Jerman, sedangkan Rusia bersekutu dengan Perancis, sedangkan Itali dan Rumania meskipun secara resmi beraliansi dengan Jerman dengan Austria-Hungaria, namun menunjukkan tanda tak mau terikat dengan kekuatan besar lainnya. Kerajaan Inggris memiliki semacam kesepahaman (namun bukan persekutuan) dengan Perancis dan Rusia. Serbia yang merupakan negara merdrka di Balkan, dianggap sebagai Protégé Rusia yang memang bernafsu menanamkan pengaruhnya di Balkan.
Peristiwa Sarajevo dan krisis yang mengikutinya terjadi justru pada situasi tatkala negara-negara di eropa tengah dihinggapi kemabukan akan nasionalisme masing-masing. Akibatnya, rasa dengki dan saling curiga pun cepat menyebar. Misalnya Inggris dan Perancis sebagai dua kekuatan kolonial terbesar terus bersaing dalam ekspansi teritori mereka. Apalagi negar koloni bukan sekedar untuk prestis, tapi nyata-nyata telah mendatangkan kekayaan luar biasa karena mendatangkan banyak sumber bahan mentah dan sekaligus pasar buat mereka. Sementara itu, kekuatan baru eropa, Jerman, yang baru menjadi negara kesatuan utuh pada tahun 1871 menganggap situasi ini tidaklah adil. Jerman yang terlambat datang sebagai kekuatan kolonial merasa Inggris dan Perancis dengan sengaja telah menghalang-halangi keinginannya menjadi negara kolonialis baru. Karena itu Jerman tidak mau mentolerasi situasi ini berlama-lama.

Sementara itu daratan Eropa, Austria-Hungaria pun dipusingkan dengan tekanan dari berbagai kaum minoritas yang ingin lebih bebas atau merdeka dari kekuasaan kekaisarannya, terutama di kawasan Balkan. Banyak kalangan di Wina yang berpendapat bahwa hanya dengan tindakan tegas terhadap Serbia , maka gejolak dikalangan bangsa Slav akan dihentikan. Serbia dianggap sebagai biang keladi semua kekacauan di Balkan. Pada waktu bersamaan, kepentingan dan pengaruh Rusia pun semakin terasa dikawasan Balkan sebagai lewat dukungannya terhadap bangsa Slav untuk lepas dari Kekaisaran Austria. Rusia sepertijuga Jerman, merupakan kekuatan berpengaruh di Eropa yang melihat perang sebagai pelepasan emosi, ambisi maupun frustasi nasional masing-masing.

Kebangkitan Jerman
Jerman sebagai negara bangsa yang modern yang baru terbentuk padatahun 1871, menyusul kemenangan Prusia atas Perancis. Kanselir atau PM Prussia Otto von Bismarck (1815-1898) yang dikenal sebagai tokoh pemersatu jerman, melihat bahwa musuh terbesar jerman adalah Perancis. Karena itu dia ingin mengisolasi Perancis dengan upayanya membentuk ‘Liga Tiga Kaisar’ antara Jerman, Rusia dan Austria-Hungaria pada tahun 1873. Kemudian diikuti oleh Itali juga Serbia dan Rumania, sedangkan Rusia yang tak akur dengan Austria-Hungaria, mengadakan aliansi tersendiri dengan Jerman.
Perancis sebagai kekuatan besar Eropa, tidak berdaya melihat berbagai manuver Jerman untuk mengisolasinya. Namun upaya Bismarck itu akhirnya berantakan tatkala tahun 1888 muncul kaisar baru. Wilhelm II , yang arogan dan tidak stabil. Di vemburu melihat kepopuleran Bismarck, sehingga negarawan sepuh itu dicopotnya dari jabatan Kanselir pada tahun 1890. Kaisar baru ini juga tidak suka berhubungan denga Rusia sehingga dia memutuskan aliansi Jerman-Rusia dengan alasan karena lebih dekat dengan Austria. Akibatnya ‘pengepungan terhadap Perancis’ pun patah karena rusia langsung membalas dan beraliansi dengan Perancis. Sebagai akibatnya, Jermanlah yang menghadapi dua lawan sekaligus, dimuka dan dibelakang rumahnya.

Begitu juga dengan politik Bismarck yang correct terhadap Inggris pun dibuyarkan oleh Wilhelm. Jika Bismarck menjaga antara hubungan Jerman-Inggris ‘saling isolasi yang bersahabat’, maka sepeninggal Bismarck dari pemerintahan, hubungan Jerman Inggris dengan cepat memburuk. Sebagai akibatnya, hubungan Inggris Perancis yang mulanya tak bersahabat karena persaingan kolonial mereka kini diperbaiki dengan rokonsiliasi lewat ‘entete cordiale’ antara mereka pada 1904. Dengan sendirinya hubungan Inggris dengan Rusia selaku sekutu Perancis mulai ikut terbentuk dan Jerman-pun semakin terkucil.

Padahal sebelumnya Inggris sudah tenang-tenang denga politik ‘Pax Britannica’-nya. London yang menikmati kekuasaan dan kekayaan kolonialnya yang luas di seluruh dunia, tidak mau direpotkan dengan urusan di Eropa. Baginya yang terpenting di Eropa harus terjadi ‘Just Equilibrium’, perimbangan kekuatan yang adil sehingga tidak ada kekuatan manapun yang menonjol dan mendominasi daratan Eropa. Dengan demikian Inggris bisa memainkan peranannya secara bebas tanpa mengikatkan diri dengan kelompok manapun yang saling bersaing di Eropa.

Sekalipun aliansi formal tidak dibentuk, namun pengaturan hubungan antara Inggris – Perancis – Rusia dikenal dengan sebutan ‘Triple Entente’ yang secara faktual membentuk persekutuan meskipun tidak bernama persekutuan. Namun pada tahun 1905 jepang yang sejak 1902 beraliansi dengan Inggris, menang perang terhadap Rusia di Timur Jauh, perkembangan ini untuk sementara membuat gembira Jerman yang melihat Rusia kalah . kesempatan ini digunakan Jerman untuk menjajal nyali Perancis lewat peristiwa di Maroko. Waktu itu Perancis yang tengah memperkokoh posisinya untuk menguasai Maroko pada 1911, untuk menghadapi pemberontakan oleh suku-suku pedalaman. Jerman memanfaatkan situasi itu untuk menggertak Perancis dengan mengirim kapal perang Panther ke arah pelabuhan Agadir, dengan alasan disitu ada kepentingan Jerman yang perlu dilindungi. Jerman mengharapkan Inggris akan diam saja, namun ternyata Inggris menunjukkan sikap pro-Perancis, sehingga memaksa Jerman untuk menghentika provokasinya. Meski demikian , Inggris mulai memandang dengan was-was peningkatan kekuatan laut Jerman.

Ketegangan di Eropa sebelunya sudah meningkat ketika Austria-Hungaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina tahun 1908, dengan resiko memancing kemarahan Rusia yang merasa punya ikatan khusus dengan kawasan Balkan. Namun Jerman mendukung Austria, sehingga Rusia menjadi segan beraksi dan hanya memendam kemarahan saja. Dengan berbagai kejadian itu maka sahabat Jerman di Eropa tinggal Austria-Hungaria saja, sedangkan Italia sikapnya serba tidak jelas.

Perkembangan situasi di Balkan sendiri tidak pernah menggembirakan. Rusia yang tak berdaya karena dibayangi ancaman Jerman yang membantu ekspansi Austria di Balkan, kini menintimidasi orang Serbia, Bulgariadan Yunani bahwa sudah saatnya untuk merebut kembali wilayah Eropa yang dukuasai Turki. Pada Oktober 1912 Montenegro mempelopori negara-negara Balkan lainnya untuk mengusir Turki. Ternyata Turki tidak sekuat seperti disangkakan, karena negara-negara kecil di Balkan ini dapat memukul Turki hingga perang Balkan berakhir pada 1913. Namun yang terjadi kemudian adalah para pemenang itu berebutan sendiri wilayah dan penduduk yang baru mereka dapatkan.

Bulgaria menyerang Yunani dan Serbia, tapi malah kalah sehingga baik Yunani maupun Serbia memperoleh wilayah dengan penduduk yang cukup besar jauh melebihi apa yang diperolrh Bulgaria. Tapi Austria yang sejak lama tidak menyukai Serbia, berhasil memaksakan kehendak terhadap Serbia agar melepaskan aksesnya ke laut Adriatik dengan mendorong kekuatan lain untuk mengakui kemerdekaan Albania. Sekalipun demikian, sesungguhnya Austria-Hungaria lah yang terpukul karena perang Balkan membuat Serbia lebih besar dan kuat. Lengkap dengan impian dan ambisinya untuk mewujudkan Serbia Raya yang menyatukan Slav selatan, dengan ogkos yang harus ditanggung oleh Wina. Tembakan pistol yang dilepaskan Gravilo Princip kearah Archduke Franz Ferdinand di Sarajevo lahir dari impian tersebut.

Blanko Cek Kaisar
Pembunuhan Franz Ferdinand menimbulkan kegusaran besar Austri-Hungaria yang benar-benar merasa dilecehkan dan ditantang oleh Serbia. Pemerintah Serbia sendiri menegaskan tidak pernah terlibat dalam peristiwa di Sarajevo tersebut. Rasionalitas digantikan dengan sikap panas, emosional tetapi juga ketidakbecusan, dampaknya bisa ditebak yaitu langkah yang sesat, fatal dan akibat yang katastropik. Kepala Staf Austria Marsekal Conrad von Hotzendorff menegaskan pembalasan secepatnya harus dilakukan terhadap Serbia. Padahal dia tahu bahwa untuk memobilisasi kekuatannya, Austria membutuhkanh waktu setidaknya dua minggu. Yang dia lihat adalah ini saat yang tepat untuk melenyapkan Serbia, sekali intuk selamanya. Namun PM Count Istvan Tisza tidak sependapat , dia mempertanyakan jika terjadi sesuatu misalnya jika Rusia membantu Serbia dan Austria-Hungaria tidak sanggup menghadapinya sendirian, apakah bantuan Jerman akan datang? Karena pertanyaan itulah Menlu Austria-Hungaria Count Leopold von Berchtold memutuskan untuk meminta pendapat dan nasihat Jerman terlebih dahulu.

Di Jerman sendiri krisis Sarajevo diterima dengan beragam sikap tatkala utusan Kaisar Austria Franz Josef, yaitu Count Alexander von Hoyos sampai di Berlin. Para pejabat Kemlu Jerman yang melihat potensi mata rantai bencana yang akan timbul, memilih berhati-hati dan moderat daripada kaum militer. Tetapi Kaisar Wilhelm II (Kaiser) sendiri sewaktu menerima Dubes Austria-Hungaria Count Laszlo Szoyeny-Marich pada 5 julia atau satu minggu setelah tragedi Sarajevo, memberi lampu hijau bagi Austria-Hungaria untuk bertindak. Dubes Szoyeny melaporkan bahwa Kaisar menegaskan , “aksi terhadap serbia jangan ditunda-tunda… meskipun itu bearti pecahnya perang antara Austria dengan Rusia.” menurut Szoyeny , Jerman pasti akan membantu Austria, dan Jerman akan menyesal dan kecewa jika sampai melihat Austria menyia-nyiakan momentum menguntungkan seperti sekarang ini.

Apa yang dinyatakan oleh Kaisar Jerman itu oleh banyak pihak diartikan bahwa Jerman telah memberikan cek yang masih kosong, ‘blank check’ untuk diisi sesuka Austria. Wilhelm sendiri kemudian menjelaskan apa yang telah diperbuatnya itu kepada Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg sert para perwira senior AD dan AL Jerman. Sesudah itu Kaisar dengan tenangnya pergi berlayar dengan kapal pesiarnya. Ia seolah-olah tidak menyadari sepenuhnya arti dan konsekuensi dari apa yang telah dianjurkannya kepada Austria-Hungaria.

Kemungkinan apa yang dilakukan Kaisar pada waktu itu hanyalah soal gengsi atau martabat kedua Kekaisaran, ‘Dual Monarchy’ Jerman dan Austria-Hungaria. Karena apabila Wina tidak mampu atau tidak berani menindak Serbia, maka akibatnya hanya akan semakin menjatuhkan wibawa. Selanjutnya, Kekaisaran Austria-Hungaria menjadi satu-satunya sekutu jerman di Eropa akan tercerai-berai. Apalagi Kekaisaran Austria-Hungaria yang disebut kandidat ‘orang sakit Eropa’ sebagaimana disandangkan pada Turki sebelumnya. Selain itu, keputusan Wilhelm yang mendorong Wina menghukum Serbia, juga disebabkan oleh kemurkaannya atas ditumpahkannya darah keningratan, lebih-lebih mengingat Archduke Franz Ferdinand adalah sobat pribadinya.

Wilhelm diduga juga terlalu percaya diri jika Austria melabrak Serbia, maka Tsar Nicholas II dari Rusia akan takut untuk ikut campur di Balkan karena tahu bahwa Jerman yang militernya terkuat di Eropa pasti berada dibelakang Austria. Tapi ada juga yang berpendapat bahwa krisis Sarajevo justru dimanfaatkan Jerman untuk memancing Rusia yang berambisi di Balkan, sehingga Jerman punya alasan untuk melakukan penggebukan preventif terhadap Rusia. Hal ini didasari perhitungan bahwa Jerman tidak mau menunggu Rusia semakin kuat, karena setelah kalah dari Jepang 1905, Rusia bukannya kendor tapi malah terus meningkatkan kekuatannya. Teori sejarah yang lain menyebutkan, Kaisar terlalu naif , memperkirakan konflik yang bakal terjadi sebatas hanya Serbia dan Austria, sementara Jerman mendukung Austria cukup dengan gertakan, bluff, agar pihak-pihak yang lai tidak ikut campur.

Tuntutan Austria
Di Wina sendiri ternyata tidak ada kesepakatan solid mengenai apa yang harus dilakukan. Meskipun diliputi kegeraman yang luar biasa segagai akibat peristiwa Sarajevo dan ulah Serbia yang dianggap mendalangi keonaran di Balkan, Austria juga tidak berani gegabah menyadari kelemahannya, terutama dalam bidang militer. Sementara pihak mengkhawatirkan jika Austria tidak segera bertindak terhadap Serbia, maka dukungan Jerman di masa depan akan diragukan. Bahkan ada yang mencurigai Jerman, bahwa krisis Sarajevo dimanfaatkan Berlin untuk mencapai penyelesaian dengan Rusia, dengan mengorbankan kepentingan Austria.

Tetapi akhirnya disadari bahwa Austria memang tidak boleh berlarut-larut dalam komunikasi diplomatik untuk membereskan soal pembunuhan Franz Ferdinand di Sarajevo. Karena semakin lama terseret dalam negosiasi, maka musuhnya akan punya waktu lebih untuk menelikungnya. Untuk itu Wina berniat segera mengirimkan memorandum kepada Serbia, dan jika Serbia tidak koperatif dalam menanggapinya, maka ada alasan Austria untuk segera menyerang Serbia. Tetapi Austria menunda pengiriman memo atau ultimatum itu karena menunggu berakhirnya kunjungan kenegaraan presiden Perancis Raymond Poincare dan PM-nya ke Rusia. Austria ingin memastikan lebih dulu dampak kunjungan itu dalam krisis Sarajevo. Dan benar saja, pada 22 juli Rusia memperingatkan Rusia agar tidak membuat tuntutan yang tidak mungkin dipenuhi oleh Serbia. Sikap Rusia ini diduga karena dipengaruhi oleh Perancis.

Begitu kunjungan kenegaraan pemimpin Perancis di St. Petersburg berakhir pada 23 juli, Wina langsung mengirimkan tuntutannya kepada Serbia yang bnerisi 10 poin, yang diantaranya Serbia harus mengizinkan Austria untuk memadamkan agitasi lokal yang melawan Austria-Hungaria, serta menindak sendiri siapapun yang terlibat dalam kejahatan 28 juni di Sarajevo. Tatkala Kaisar Franz Josef dipersilahkan membaca memo tuntutan itu, maka ia berkata “Rusia tidaka akan pernah menerima ini….. dan ini bearti suatu perang besar.” Dengan tepat Kaisar itu meramalkan apa yang akan terjadi, namun tak seorangpun di Wina yang mau mendengarkannya. Padahal memo tadi harus sudah ditanggapi Serbia dalam waktu dua kali 24 jam.
Menlu Rusia Sergei D. Sazonov sewaktu mengetahui isi tuntutan Austria juga punya feeling serupa, sehingga dia berupaya agar batas waktunya diperpanjang 48 jam lagi, namun ditolak Wina. Menjelang berakhirnya batas waktu, pada 25 juli Serbia mengirim balasan cerdas yang isinya diluar perkiraan. Beograd ternyata mau menerima hampir semua tuntutan Wina dan menawarkan arbitrase untuk hal-hal yang dianggapnya melanggar kedaulatannya. Sekalipun demikian, Serbia sadar bahwa jawabannya tidak akan memuaskan Wina, sehingga 3 jam sebelum menyerahkan jawaban itu Serbia diam-diam menyiapkan mobilisasi kekuatannya.

Begitu menerima jawaban dari Beograd, kontan Austria memutuskan kontak diplomatiknya dengan Serbia dan menyiapkan diri untuk berperang. Mobilisasi di Austria memang sudah berjalan dan akan selesai 10 agustus, saat yang tadinya direncanakan oleh Austria untuk memulai perang. Sementar itu Kaisar Jerman Wilhelm yang baru kembali dari pesiarnya di laut mengakui, bahwa jawaban Serbia sebenarnya membuat tak ada alasan lagi untuk memeranginya, namun demi memuaskna Austria yang merasa martabat dan kehormatannya telah dilecehkan oleh Serbia, dia menganjurkan agar paling banter Austria menduduki ibukota Serbia Beograd, dan setelah itu mengadakan perundingan. Tidak diketahui mengapa Wilhelm berubah sikap setelah sebelumnya dialah yang mendorong Austria untuk menghukum berat Serbia, dan menjamin bahwa Jerman siap mendukungnya.

Sementara pihak di Jerman sendiri waktu itu memang menginginkan pecahnya perang, termasuk Kanselir Bethmann-Hollweg. Pesan Kaisar Wilhelm kepada Wina dia sabot dengan menghilangkan bagian yang krusial, yaitu bahwa perang tidak diperlukan lagi. Ia bahkan sengaja mengirimkannya terlambat, yaitu pada 28 juli tatkala Austria baru saja mengumumkan perang terhadap Serbia. Tatkala mengetahui Inggris kemungkinan akan melakukan intervensi, Bethmann-Hollweg pun panik dan berusaha membujuk Austria untuk menahan diri dulu. Namun KastafJerman Helmuth von Moltke justru mendorong Wina untuk maju terus.

Mobilisasi Perang
Baik Serbia maupun Austria sama-sama telah memulai mobilisasi, kemudian disusul oleh Rusia dan Jerman yang juga menyiapkan mobilisasinya. Dibalik mobilisasi itu, semua pihak sesungguhnya telah memiliki agenda masing-masing. Misalnya agenda Austria adalah menggantungkan diri dengan Jerman yang diharapkan akan menetralisir semua ancaman dari Rusia. Sedangkan Rusia berharap bahwa persekutuannya dengan Perancis ditambah dengan tekanan diplomatik dari Inggris, akan membuat Austria terisolasi. Meskipun Rusia terkadang jengkel dengan protégé-nya, Serbia, namun tidak dapat melihat Serbia dilenyapkan begitu saja, karena ini bearti menghilangkan wibawa dan pengaruh Rusia di Balkan.

Sekalipun tidak ada persekutuan resmi antar Inggris dan Perancis, namun Inggris memiliki komitmen moril yang kuat bagi Perancis. Kedua negara dalam tahun-tahun terakhir telah melakukan berbagai pendekatn rahasia. Karena itu tatkala Jerman melanggar kedaulatan dan wilayah Belgia pada awal perang, maka bagi Inggris ada alasan kuat untuk terlibat dan berdampingan dengan Perancis. Karena selain kedekatannya dengan Perancis, Inggris juga menjadi salah satu penjamin kedaulatan dan netralitas Belgia.

Pernyataan perang Austria terhadap Serbia, keesokan harinya 29 juli disusul dengan bombardemen oleh Austria terhadap ibukota Serbia, Beograd. Rusia amat tersinggung, dan Tsar Nicholas II memerintahkan mobilisasi di front Austria jika Wina sampai menyerbu Serbia. Sebelumnya Perancis telah meminta Rusia agar mobilisasi jangan hanya di front Austria, namun mobilisasi total. Tapi Tsar tetap menahan diri hingga para jenderalnya meyakinkan bahwa mobilisasi umum harus dijalankan dari awal agar efektif manakala perang sampai pecah. Pada waktu yang sama, 31 juli, Jerman menyatakan keadaan darurat dan menuntut Rusia agar dalam tempo 12 jam membatalkan mobilisasi dan semua persiapan perangnya terhadap Austria.
Rusia tidak menanggapi tuntutan Jerman tersebut, sihingga pada 1 agustus Jerman mulai melakukan mobilisasi umum dan sekaligus menyatakan perang terhadap Rusia. Satu hari sebelumnya, Jerman mengirimkan ultimatum kepada Perancis. Dalam tempo 18 jam, Perancis harus menunjukkan posisinya dengan jelas manakala pecah perang antara Jerman dengan Rusia. Perancis pun menjawab bahwa ‘sikap dan tindakannya akan sejalan dengan kepentingannya’, dan saat itu juga Kastaf Perancis Jenderal Joseph Joffre mendesak kabinet agar menyetujui mobilisasi umum yang langsung dijalankan.

Mengapa Jerman memancing Perancis agar terlibat dalam perang? Hal ini didorong oleh sikap kaku Jerman yang ingin melaksanakan ‘Rencana Schlieffen’ apabila pecah perang di Eropa. Dalam rencana ini, dengan segala daya dan kekuatan, Jerman harus menghantam dan menundukkan Perancis terlebih dahulu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Baru setelah itu berpaling ke timur dan melibas Rusia yang dianggapnya lebih lemah dari Perancis di barat. Untuk menghantam Perancis dengan cepat dan masif, Jerman harus melalui Belgia. Karena itu pada 2 agustus dia meminta jalan melewati negara netral tersebut. Tentu saja permintaan itu ditolak, karena itu pada 3 agustus 1914 Jerman-pun menyatakan perang terhadap Perancis, dan Jerman langsung menghadapi perang dua front, barat dan timur sekaligus.
Inggris pada 4 agustus mengultimatum Jerman untuk menghormati kenetralan dan kedaulatan Belgia. Tatkala ultimatum itu dicampakkan oleh Berlin, maka status berperang antara Inggris dan Jermanpun dimulai pada 4 agustus malam. Dengan demikian lengkaplah pernyataan perang saling diumumkan oleh kekuatan-kekuatan utama di Eropa. Semua saling mempengaruhi dan terkait satu sama lain, entah itu sebagai dampak dari benturan nasionalisme ataukah ketiaadaan sikap negarawan sejati para pemimpin sipil maupun militer masa itu, Eropa telah menjadi bom wahtu yang dahsyat yang siap diledakkan. Karena itu benarlah apa yang ditulis oleh sejarawan Barbara Tuchman dalam buku terkenalnya ‘The Guns of August’ (1962), yang melukiskan situasi di Eropa menjelang pecahnya PD I.

This entry was posted on Wednesday, April 8, 2009 at 1:47 AM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the .

0 comments