Prakata

Posted by Smoking Frogz in

Rencana Perang Schlieffen


Jauh hari sebelum PD I pecah, Jerman telah menyiapkan rencana perangnya yang terkenal dengan nama Rencana Schlieffen yang dirampungkan tahun 1905. Perancangnya adalah Kastaf Tentara Kekaisaran Jerman Jenderal Count Graf Alfred von Schlieffen (1833-1913) yang menduduki jabatannya itu sejak 1891. Sebagai perwira tentara Prussia sejak tahun 1854, Schlieffen mengalami berbagai perang besar maupun kecil....


...Read More



Perjanjian Versailles


Perjanjian Versailles (1919) adalah suatu perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman. Setelah enam bulan negosiasi melalui Konferensi Perdamaian Paris, perjanjian ini akhirnya ditandatangani sebagai tindak lanjut dari perlucutan senjata yang ditandatangani pada bulan November 1918 di Compiègne Forest, yang mengakhiri perseturuan sesungguhnya....


...Read More



Krisis Sarajevo (Pemicu Meledaknya Eropa)


Pembunuhan putra mahkota kekaisaran Austria-Hungaria Archduke Feanz Ferdinand dan istrinya oleh seorang pemuda serbia-bosnia pada 28 juni 1914 telah memicu pecahnya perang dunia I. Perang besar ini dinamakan -The Great War- perang dari segala perang yang mengkerdilkan semua perang yang pernah terjadi sebelumnya. Tetapi sesungguhnya, penyebab perang itu sendiri jauh lebih luas dan kompleks daripada....


...Read More



Jumlah Korban Militer PD-I


Jumlah korban pada PD I tidak bisa dihitung secara pasti, namun jumlahnya jelas jauh diatas korban-korban perang sebelumnya yang pernah ada. Korban PD I meliputi korban militer dan sipil yang menjadi korban pembunuhan massal, massacre atau juga sebagai akibat bencana kelaparan karena terekspos perang. Data yang ada menyebutkan hampir 17 juta tentara yang tewas atau hilang, sedangkan jumlah sipil....


...Read More



Dua Tembakan di Sarajevo Pemicu Perang


Pada minggu pagi 28 juni 1914 yang cerah, kereta api kerajaan tiba di stasiun Sarajevo. Archduke Franz Ferdinand dan istrinya Duchess Sophie turun dari kereta dan disambut oleh Jenderal Oskar Potiorek, Gubernur militer kekaisaran Austria-Hungaria di Bosnia-Herzegovina, yang kala itu menjadi propinsi Austria. Tanggal itu bertepatan dengan hari peringatan atau festival terpenting Serbia, tetangga Bosnia....


...Read More



Erich Ludendorff (1865-1937)


Jenderal brilliant yang banyak memenangkan pertempuran besar selama PD I ini bukan berasal dari keluarga militer sebagaimana umumnya para Jenderal Jerman. Erich Lundendorff adalah putra seorang pemilik tanah Prusia didekat Poznan, dilahirkan 9 April 1865. Dia kemudian masuk tentara dan...


...Read More



Erich Von Falkenhayn (1861-1922)


Jenderal Jerman yang menjadi Kastaf menggantikan pendahulunya Helmuth von Moltke di front barat ini berasal dari keluarga militer, lahir di Prussia barat pada 11 November 1861. Ia masuk pasukan infanteri dan mengalami berbagai penugasan termasuk dalam ekspedisi militer Jerman ke Peking memadamkan pemberontakan Boxer (1900-1901)....


...Read More



Helmuth Von Moltke (1848-1916)


Merupakan Kepala Staf (Kastaf) Tentara Jerman yang bernama lengkap Count Helmuth Johannes Ludwig von Moltke. Lahir pada 25 Mei 1848 dan juga kemenakan dari Marsekal Count Helmith Karl Benhard von Moltke (1800-1891) yang pernah menjabat sebaga Chief of Staff Prussian Army selama 30 tahun. Tahun 1870 Moltke muda masuk tentara Prussia.....


...Read More



Ludwig Von Hindenburg (1847-1937)


Jenderal dan Negarawan Jerman ini memiliki nama lengkap Paul Ludwig Von Beneckendorff und Von Hindenburg. Lahir di Posen (kini Poznan di Polandia) pada 2 Oktober 1947 juga berasal dari keluarga militer Prussia. Dia masuk akademi militer, walau sebagai perwira muda namun prestasinya telah ditunjukannya dalam perang dengan Austria (1866). Dia ikut perang Prusia-Perancis....


...Read More



Paul Von Hindenburg (1847-1934)


Paul Ludwig Hans Anton von Beneckendorff und von Hindenburg (2 Agustus 1934), dilahirkan pada 2 Oktober 1847 di Posen (sekarang Poznan, Polandia), adalah Presiden Jerman pada masa Republik Weimar. Namanya mulai dikenal setelah mendapat pendidikan di sekolah kadet Wahlstatt Berlin, ia berperang dalam Perang Koniggratz (1866) dan pada Perang Perancis-Rusia (1870-1871). Ia naik pangkat menjadi jenderal pada....


...Read More

Erich Ludendorff (1865-1937)

Posted by Smoking Frogz in

Jenderal brilliant yang banyak memenangkan pertempuran besar selama PD I ini bukan berasal dari keluarga militer sebagaimana umumnya para Jenderal Jerman. Erich Lundendorff adalah putra seorang pemilik tanah Prusia didekat Poznan, dilahirkan 9 April 1865. Dia kemudian masuk tentara dan kentara bahwa anak muda ini cerdas, kerja keras dan mempunyai karakter yang tegas, karena itu dia dimasukkan ke Kriegsakademie (akademi perang) pada 1893. Lalu melalui berbagai jabatan di staf umum dan memperoleh perhatian khusus dari Kastaf Schlieffen dan wakilnyav von Moltke muda. Sewaktu perang meletus Ludendorff memegang brigade yang ikut menyerang dan merebut kota Liege (5-16 Agustus), setelah itu dipindahkan ke timur menjadi Kastaf Hindenburg untuk memperbaiki situasi di front timur. Sejak itu keduanya terus berpasangan dan saling mengisi.

Mereka berhasil memukul Rusia, namun belum mampu menghancurkannya karena sebagian kekuatan Jerman digunakan membantu ofensif di Verdun. Setelah Hindenburg menjadi Panglima Jerman, popularitasnya semakin tinggi dan praktis menjadi ‘diktator’ militer. Keduanya berusaha mencapai hasil yang menentukan di front barat dengan beberapa ofensif yang dimulai Maret 1918. Walaupun berhasil merebut wilayah, namun mereka gagal menghancurkan kekuatan utama Inggris-Perancis, bahkan Ludendorff tercengang menyaksikan kemampuan ofensif balasan musuhnya pada pertengahan Juli, hingga kemudian dia meminta gencatan senjata. Selama peperangan, dia tetap dihormati saat penggantian namanya menjadi Erich von Ludendorff. Setelah perang usai dan di lepas dari jabatannya, di menulis memoir dan teori perangnya. Dalam kehidupan politik, dia terlibat sebagai pendukung Nazi. Karena beberapa sebab, dia menjadi kecewa pada Nazi dan kemudian mengundurkan diri dari kehidupan public. Ludendorff meninggal pada 20 Desember 1937 di Tutzing.

Erich Von Falkenhayn (1861-1922)

Posted by Smoking Frogz in

Jenderal Jerman yang menjadi Kastaf menggantikan pendahulunya Helmuth von Moltke di front barat ini berasal dari keluarga militer, lahir di Prussia barat pada 11 November 1861. Ia masuk pasukan infanteri dan mengalami berbagai penugasan termasuk dalam ekspedisi militer Jerman ke Peking memadamkan pemberontakan Boxer (1900-1901). Menjelang pecahnya PD I, ia menjabat menteri Peperangan Jerman. Dalam posisinya sebagai Kastaf, dia pun berperan sebagai panglima de-facto di front barat, Perancis dan Belgia.

Dia berencana untuk membokong pasukan musuh dan merebut pantai selat Channel , namu usahanya tak berhasil karena tentara Belgia mundur dari Antwerpen tepat waktu dan pasukan Inggris-Perancis keburu dipindahkan untuk menutup jalan ke pantai (September-November 1914). Falkenhayn kemudian memindahkan sebagian pasukannya ke front timur menghadapi Rusia, serta membantu Austria tatkala Italia ikut memerangi Jerman-Austria. Tapi ia yakin bahwa yang paling menentukan kesudahan perang ini tetaplah di front Barat., sehingga di bertekad untuk memancing dan menghancurkan kekuatan Perancis dengan mengincar Verdun sebagai sasarannya.

Falkenhayn berpendapat bahwa Kota Benteng Verdun adalah symbol kehormatan Perancis sehingga akan dipertahankan dengan segala daya upaya dan darah. Pendapatnya ini tepat karena kemudian setelah pecah perang Verdun (Februari-Desember 1916), walaupun Perancis dalam keadaan yang ‘sangat berdarah’ namun Jerman belum berhasil untuk mengalahkan Perancis, sehingga sebelum pertempuran berakhir, 28 Agustus 1916 dia dipindahkan ke front Timur yang saat itu bertepatan dengan pernyataan perang Rumania terhadap Jerman-Austria.

Dia berhasil memukul mundur serbuan Rumania, bahkan memduduki ibukota Bukarest bersama pasukan Jerman lainnya pimpina von Mackensen. Selanjutnya dia memimpin pasukan Turki di Palestina, namun dikalahkan oleh Inggris yang dipimpin Jendral Edmund Allenby (Jenderal Inggris yang paling bertanggung jawab atas lahirnya Zionisme-Israel ditanah Palestina sekarang), karena Falkenhayn kekurangan sumber daya yang memadai. Dia kemudian digantikan oleh Jenderal Liman von Sanders pada Februari 1918, lalu pension dan undur diri ke purinya dekat Postdam. Falkenhayn meninggal pada 8 April 1922.

Helmuth Von Moltke (1848-1916)

Posted by Smoking Frogz in

Merupakan Kepala Staf (Kastaf) Tentara Jerman yang bernama lengkap Count Helmuth Johannes Ludwig von Moltke. Lahir pada 25 Mei 1848 dan juga kemenakan dari Marsekal Count Helmith Karl Benhard von Moltke (1800-1891) yang pernah menjabat sebaga Chief of Staff Prussian Army selama 30 tahun. Tahun 1870 Moltke muda masuk tentara Prussia. Ia pernah menjadi ajudan sang paman sebelum karirnya menanjak dan menjadi wakil Kastaf (1904). Dua tahun kemudian dia menjadi Kastaf menggantikan Jenderal Alfred von Schlieffen, Perancang rencana perang Jerman yang terkenal.

Sewaktu PD I pecah, Moltke yang mewarisi rencana Schlieffen melakukan revisi dalam penerapan rencana Schlieffen. Revisinya yang utama adalah mengurangi kekuatan yang seharusnya dipakai untuk menggempur Perancis. Pengurangan ini dia lakukan karena sebagian kekuatan Jerman dikerahkan Rusia di front timur atas permintaan Austria-Hungaria. Karena Moltke sendiri kurang dalam pengalaman tempur langsung di lapangan, maka pengarahan kepada tentaranya tidak efisien, bahkan kontra-produktif.dia terkadang juga tidak mengetahui posisi dari tentaranya sendiri, karena itu dialah yang dianggap paling bertanggung jawab atas kekalahan Jerman di front barat.

Dia-pun dicopot dari jabatannya setelah beberapa bulan PD I pecah, dan diberi jabatan lain namun keburu terkena depresi dan meninggal di Berlin pada 18 Juni 1916. Moltke muda memang lain dengan pamannya, dia cerdas tapi sering kurang percaya diri, sehingga ada satu kisah ketika kaisar Wilhelm II menanyakan ‘apakah dia dapat memindahkan tentaranya dengan cepat ke front timur?’, Moltke menjawab ‘hal itu tidak dapat dilakukan dengan cepat karena kompleksnya masalah mobilisasi’. Kaisarpun berkata ‘kalau pamanmu, dia pasti member jawaban yang berbeda’.

Ludwig Von Hindenburg (1847-1937)

Posted by Smoking Frogz in

Jenderal dan Negarawan Jerman ini memiliki nama lengkap Paul Ludwig Von Beneckendorff und Von Hindenburg. Lahir di Posen (kini Poznan di Polandia) pada 2 Oktober 1947 juga berasal dari keluarga militer Prussia. Dia masuk akademi militer, walau sebagai perwira muda namun prestasinya telah ditunjukannya dalam perang dengan Austria (1866). Dia ikut perang Prusia-Perancis termasuk pertempuran terkenal di Sedan (1870-1871). Dia kemudian memimpi berbagai satuan dan Korps AD dengan gemilang. Tahun 1911 Hindenburg pensiun, tapi tatkala perang pecah, diapun yang berumur 67 tahun dipanggil kembali dan diangkat sebagai Panglima tentara kedelapan dengan Jenderal Ludendorff sebagai kepala stafnya. Dengan perencanaan dari Kol. Max von Hoffman mereka dapat mengalahkan Rusia dalam pertempuran di Tannenberg (25-31 Agustus 1914) serta mengusir mundur RUsia dari Prusia timur.

Dia juga berhasil dalam memenangkan pertempuran defensive di Lodz, Polandia. Hindenburg lalu diangkat sebagai Panglima seluruh front timur dengan pangkat Marsekal, dan hamper menguasai hamper seluruh Polandia. Sekalipun demikian kekuatan Rusia tetap eksis dan tangguh. Alhasil Hindenburg memprotes tatkala sebagian kekuatannya ditarik ke Barat untuk membantu ofensif Falkenhayn terhadap Verdun yang kemudian gagal. Hindenburg lalu menggantikan Falkenhayn sebagai Kastaf dengan tetap didampingi oleh Ludendorff. Tahun 1917 dia dan pasangannya itu benar-benar menjadi penguasa militer Jerman, terlebih lagi setelah lengsernya Kaisar Wilhelm II dan dicopotnya Kanselir Bethman-Hollweg.

Dalam kepemimpinannya, maka direncanakannya perang kapal selam tanpa batas dan dilancarkannya ofensif final terhadap Rusia (Juli-Desember 1917). Perang ini diakhiri dengan perjanjian Brest-Litovsk 13 Maret 1918. Dia mendukung ofensif Ludendorff di barat, tetapi Jeman gagal dalam berbagai pertempuran besar seperti di Somme, Lys, Aisne dan Champagne-Marne. Setelah genjatan senjata pada November 1918 yang disusuldengan perjanjian Versailles 28 Juni 1919. Hindenburg undur diri dari kehidupan public. Hingga tahun1925 dia terpilih menjadi Presiden dalam usianya yang 86, kemudian dia terpaksa mengangkat Adolf Hitler sebagai Kanselir (Januari 1933). Hindenburg wafat 2 Agustus 1934, meninggalkan Jerman yang mulai dikuasai kaum Nazi.

Paul Von Hindenburg (1847-1934)

Posted by Smoking Frogz in


Paul Ludwig Hans Anton von Beneckendorff und von Hindenburg (2 Agustus 1934), dilahirkan pada 2 Oktober 1847 di Posen (sekarang Poznań, Polandia), adalah Presiden Jerman pada masa Republik Weimar. Namanya mulai dikenal setelah mendapat pendidikan di sekolah kadet Wahlstatt Berlin, ia berperang dalam Perang Koniggratz (1866) dan pada Perang Perancis-Rusia (1870-71). Ia naik pangkat menjadi jenderal pada 1903. Hindenburg berhenti dari ketentaraan pada 1911.

Pada pecahnya Perang Dunia I Hindenburg dipanggil kembali oleh Angkatan Bersenjata Jerman kemudian dikirim ke Front Timur. Ia memenangkan kemenangan menentukan atas Rusia di Tannenberg (1914) dan Danau Masaurian pada 1915. Dipandang sebagai penyelamat Prusia Timur, ia dinaikkan pangkat pada panglima tertinggi dan pada 29 Agustus 1916, ia menjadi Kepala Staf Ketentaraan Jerman.

Dengan dukungan pejabat militer senior dan industriwan sayap kanan, Hindenburg dan jenderal ‘pasangannya’ Erich von Ludendorff, membentuk institusi yang kemudian dikenal sebagai Komando Tertinggi Ketiga. Kediktatoran industri militer ini memegang kekuasaan sampai 29 September 1918, saat kekalahan yang tak bisa dielakkan pada PD I, pemerintahan Jerman kembali ke Reichstag.

Hindenburg istirahat dari Tentara Jerman pada Oktober 1918, namun kemudian ikut aktif mengambil kepentingan dalam politik. Pada 1925, Hindenburg menggantikan Friedrich Ebert sebagai Presiden Jerman. Diangkat kembali pada 1932, ia tak menentang perkembangan Adolf Hitler dan pada Januari 1933, kemudian mengangkatnya sebagai kanselir. Begitu terkenalnya Paul von Hindenburg di kalangan rakyat Jerman sehingga Hitler hanya sanggup menggulingkan pemerintahan konstitusi setelah kematian Von Hindenburg pada tahun 1934.

Rencana Perang Schlieffen

Posted by Smoking Frogz in


Jauh hari sebelum PD I pecah, Jerman telah menyiapkan rencana perangnya yang terkenal dengan nama Rencana Schlieffen yang dirampungkan tahun 1905. Perancangnya adalah Kastaf Tentara Kekaisaran Jerman Jenderal Count Graf Alfred von Schlieffen (1833-1913) yang menduduki jabatannya itu sejak 1891. Sebagai perwira tentara Prussia sejak tahun 1854, Schlieffen mengalami berbagai perang besar maupun kecil, antara lain dengan Austria dan Perancis yang melahirkan penyatuan Jerman (1871). Sebagai negara yang terletak di tengah benua Eropa, maka Jerman secara potensial terkepung jika negara-negara dikanan-kiri memusuhinya.

Karena itu Schlieffen menyusun rencana perang dengan Perancis sebagai target karena dianggap sebagai musuh terkuat di Eropa, karena itu Perancis harus dihancurkan terlebih dahulu baru menghadapi yang lain, khususnya Rusia di timur. Pendirian ini berbeda dengan para pendahulunya, Graf von Waldersee dan Marsekal Helmuth Karl Bernhard von Moltke (paman dari Marsekal von Moltke, Kastaf Jerman ketika PD I pecah), karena keduanya lebih mementingkan memukul Rusia terlebih dahulu. Sedangkan Schlieffen yang melihat luas wilayah maupun jejaring pertahanan Rusia, yakin bahwa kemenangan Jerman yang cepat, akan sulit dicapai.

Untuk mengalahkan Perancis dalam tempo cepat, maka ia menekankan penggunaankekuatan besar untuk menghantam rusuk Perancis. Untuk itu dua-pertiga kekuatan angkatan bersenjata Jerman harus dikerahkan untuk tugas ini. Mereka harus melalui wilayah Belgia dan kalau perlu juga Belanda, sekalipun ini bearti melanggar kedaulatan dan kenetralan kedua negara tersebut. Sebab hanya lewat wilayah tersebut, terutama Belgia bagian selatan, tersedia cukup ruangan untuh mengerahkan pasukan Jerman secara besar-besaran. Pasukan Perancis akan didesak dari utara dan belakang, lalu dijepit di bagian selatan. Direncanakan pasukan Jerman yang lain akan masuk dari selatan apabila waktunya sudah tepat untuk menjepit.

Schlieffen memilih wilayah utara atau Belgia untuk masuk ke Perancis karena kawasan Perancis diselatan terlalu bergunung-gunung sukar untuk dilalui. Sedangkan untuk meng-invasi dari timur atau frontal berhadap-hadapan, hal ini dihindarinya karena sering tidak menghasilkan kemenangan yang menentukan dalam waktu singkat. Dalam rencana perang, hanya sebagian kecil dari tentara Jerman yang ditinggalkan untuk menjaga perbatasan dengan Perancis di selatan, dan sebagian lainnya (bersama pasukan aliansi Austria-Hungaria) bersiaga di timur untuk menghadapi serangan Rusia. Apabila di front barat Perancis telah ditundukkan maka kekuatan terbesar Jerman akan diarahkan ke timur.

Tatkala rencana Schlieffen ini mulai diketahui musuh-musuh Jerman, maka Perancis berusaha mendekati Belgia untuk diajak kerjasama menghadapi ancaman Jerman. Rupanya Belgia yakin sekali akan jaminan terhadap kenetralannya yang dijaga negara-negara Eropa lain termasuk Jerman sendiri sehingga tidak menghiraukan ajakan Perancis tersebut. Begitu pula upaya panglima Perancis Jenderal Augustin Edouard untuk melipatgandakan pasukan cadangan yang akan mempertahankan perbatasan dengan Belgia, ditampik oleh pimpinan militer lainnya. Mereka menekankan bahwa doktrin adalah ‘ofensif berdasarkan elan Perancis, dan pasukan cadangan tidaklah cocok untuk doktrin ofensif.’

Tetapi dalam penerapannya, rencana Schlieffen tidak dijalankan sepenuhnya oleh von Moltke yang secara drastis mengurangi kekuatan untuk memukul Perancis dari rusuk pada awal perang. Sebagai akibatnya pukulan yang menentukan dalam waktu singkat terhadap Perancis tidak terjadi. Bahkan pasukan Jerman tidak dapat maju dan terjebak dalam apa yang kemudian dikenal sebagai perang parit atau ‘trench war’ yang statis dan penuh penderitaan bagi kedua-belah pihak.

Perjanjian Versailles

Posted by Smoking Frogz in


Perjanjian Versailles (1919) adalah suatu perjanjian damai yang secara resmi mengakhiri Perang Dunia I antara Sekutu dan Kekaisaran Jerman. Setelah enam bulan negosiasi melalui Konferensi Perdamaian Paris, perjanjian ini akhirnya ditandatangani sebagai tindak lanjut dari perlucutan senjata yang ditandatangani pada bulan November 1918 di Compiègne Forest, yang mengakhiri perseturuan sesungguhnya. Salah satu hal paling penting yang dihasilkan oleh perjanjian ini adalah bahwa Jerman menerima tanggung jawab penuh sebagai penyebab peperangan dan, melalui aturan dari pasal 231-247, harus melakukan perbaikan-perbaikan pada negara-negara tertentu yang tergabung dalam Sekutu.

Negosiasi di antara negara-negara sekutu dimulai pada 7 Mei 1919, pada peringatan tenggelamnya RMS Lusitania. Aturan yang diterapkan terhadap Jerman pada perjanjian tersebut antara lain adalah penyerahan sebagian wilayah Jerman kepada beberapa negara tetangganya, pelepasan koloni seberang lautan dan Afrika milik Jerman, serta pembatasan pasukan militer Jerman yang diharapkan dapat menghambat Jerman untuk kembali memulai perang. Karena Jerman tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam negosiasi, pemerintah Jerman mengirimkan protes terhadap hal yang dianggap mereka sebagai sesuatu yang tidak adil, dan selanjutnya menarik diri dari perundingan. Belakangan, menteri luar negeri baru Jerman, Hermann Müller, setuju untuk menandatangani perjanjian pada 28 Juni 1919. Perjanjian ini sendiri diratifikasi oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Januari 1920.

Di Jerman, perjanjian ini menimbulkan keterkejutan dan rasa malu yang berperan terhadap runtuhnya Republik Weimar pada 1933, terutama karena banyak orang Jerman tidak percaya bahwa mereka harus menerima tanggung jawab penuh sebagai pemicu perang. "Empat Besar" (Big Four) yang melakukan negosiasi perjanjian ini adalah Perdana Menteri David Lloyd George dari Britania Raya, Perdana Menteri Georges Clemenceau dari Perancis, Vittorio Orlando dari Italia, dan Presiden Woodrow Wilson dari Amerika Serikat. Jerman tidak diundang ke Perancis untuk mendiskusikan perjanjian. Di Versailles saat itu, sulit untuk mencapai kesepakatan bersama karena tujuan mereka saling konflik satu sama lain. Hasil perundingan disebut-sebut sebagai suatu kompromi yang tidak disukai oleh pihak manapun.

Syarat-syarat
Perjanjian ini menciptakan keadaan kondusif didirikannya Liga Bangsa-Bangsa, sebuah tujuan utama Presiden A.S. Woodrow Wilson. Liga Bangsa-Bangsa dimaksudkan untuk menengahi konflik-konflik internasional dan dengan ini mencegah perang di masa depan. Hanya empat dari “Empatbelas butir” (Fourteen Points) Wilson diwujudkan, karena ia harus berkompromi dengan Clemenceau, Lloyd George dan Orlando pada beberapa butir dan sebagai gantinya dapat mempertahankan butirnya yang “keempatbelas” Liga Bangsa-Bangsa.

Pandangan umum ialah bahwa Clemenceau dari Perancis adalah yang paling bersemangat dalam membalas dendam Jerman, Front Barat perang terutama berada di wilayah Perancis. Perjanjian ini dianggap tidak adil kala itu karena merupakan perdamaian yang didikte oleh para pemenang dan secara keseluruhan menyalahkan perang kepada Jerman. Hal ini sungguh menyederhanakan situasi. Beberapa sejarawan modern berpendapat bahwa perjanjian ini cukup adil karena merefleksikan syarat-syarat berat yang didiktekan kepada Rusia oleh Jerman dengan Perjanjian Brest-Litovsk.

Selain kehilangan daerah Kekaisaran Kolonial Jerman, Jerman kehilangan daerah-daerah berikut:

Alsace-Lorraine, daerah-daerah yang diserahkan kepada Jerman menurut mukadimah perdamaian yang ditandatangani di Versailles pada 26 Februari 1871, dan Perjanjian Frankfurt pada 10 Mei 1871, dikembalikan kepada Perancis tanpa jajak pendapat mulai tanggal gencatan senjata 11 November 1918. (area 14 522 km², penduduk 1.815.000 jiwa (1905)).

Schleswig Utara termasuk kota-kota yang mayoritas penduduknya adalah Jerman yaitu Tondern (Tønder), Apenrade, Sonderburg, Hadersleben, dan Lügum di Schleswig-Holstein, setelah Jajak Pendapat Schleswig, kepada Denmark (area 3 984 km², penduduk 163.600 jiwa (1920)).

Provinsi Prusia Posen dan Prusia Barat, yang dicaplok oleh Prusia pada Pembagian Polandia (1772-1795), dikembalikan kepada Polandia yang telah lahir kembali. Wilayah ini telah dibebaskan oleh penduduk Polandia lokal pada Pemberontakan Wielkopolska antara tahun 1918-1919 (area 53 800 km², penduduk 4.224.000 jiwa (1931)).

Prusia Barat diberikan kepada Polandia supaya Negara ini memiliki akses bebas ke lautan, termasuk minoritas Jerman yang cukup besar dan dengan ini menciptakan Koridor Polandia.

Wilayah Hlučínsko Hulczyn di Silesia Hulu diberikan kepada Cekoslovakia (area 316 atau 333 km², dengan penduduk 49.000 jiwa).

Bagian timur Silesia Hulu, kepada Polandia (area 3 214 km², dengan penduduk 965.000 jiwa), meski 60% pada jajak pendapat memilih untuk tetap bergabung dengan Jerman.

Kota-kota Jerman Eupen dan Malmedy kepada Belgia.

Wilayah Soldau di Prusia Timur (stasiun kereta api rute Warsawa-Gdańsk) kepada Polandia (area 492 km²).

Bagian utara Prusia sebagai Memelland di bawah pengawasan Perancis, kemudian diserahkan kepada Lithuania tanpa jajak pendapat.

Dari bagian timur Prusia Barat dan bagian selatan Prusia Timur (Warmia dan Masuria), sebuah daerah kecil kepada Polandia.

Provinsi Saarland diawasi Liga Bangsa-Bangsa selama 15 tahun. Lalu setelah periode ini diadakan jajak pendapat apakah penduduk menginginkan bergabung dengan Perancis atau Jerman. Pada masa ini, produk batubara diberikan kepada Perancis.

Pelabuhan Danzig (sekarang Gdańsk, Polandia) dengan wilayah muara sungai Wisla pada Laut Baltik dijadikan Freie Stadt Danzig (Kota Bebas Danzig) di bawah pengawasan Liga Bangsa-Bangsa. (wilayah 1 893 km², dengan penduduk 408.000 jiwa (1929)).


Pasal 156 perjanjian menyerahkan konsesi-konsesi Jerman di Shandong, Tiongkok kepada Jepang dan tidak menyerahkannya kembali ke Tiongkok. Kemarahan warga Tiongkok mengenai keputusan ini mengakibatkan demonstrasi dan gerakan kebudayaan yang dikenal dengan istilah Gerakan Empat Mei dan mempengaruhi Negara ini untuk tidak menanda tangani perjanjian. Tiongkok menyatakan selesai perang dengan Jerman pada September 1919 dan menanda tangani perjanjian terpisah dengan Jerman pada tahun 1921.

Militer
Angkatan Darat Jerman dibatasi menjadi 100.000 jiwa dan tidak diperbolehkan memiliki tank atau artileri berat dan tidak boleh ada Staf Jenderal Jerman. Angkatan Laut Jerman anggotanya dibatasi menjadi 15.000 dan tidak diperbolehkan memiliki kapal selam, sementara itu armadanya hanya diperbolehkan memiliki enam kapal perang. Jerman juga tidak diperbolehkan memiliki Angkatan Udara (Luftwaffe). Akhirnya, Jerman diwajibkan untuk membatasi masa bakti serdadunya menjadi 12 tahun dan semua opsirnya menjadi 25 tahun, sehingga hanya sejumlah terbatas saja yang menerima latihan militer.

Krisis Sarajevo (Pemicu Meledaknya Eropa)

Posted by Smoking Frogz in


Pembunuhan putra mahkota kekaisaran Austria-Hungaria Archduke Feanz Ferdinand dan istrinya oleh seorang pemuda serbia-bosnia pada 28 juni 1914 telah memicu pecahnya perang dunia I. Perang besar ini dinamakan -The Great War- perang dari segala perang yang mengkerdilkan semua perang yang pernah terjadi sebelumnya. Tetapi sesungguhnya, penyebab perang itu sendiri jauh lebih luas dan kompleks daripada hanya sekedar peristiwa tragis di sarajevo tersebut. Berbagai proses kedengkian, persaingan dan benturan kepentingan diantara kekuatan-kekuatan eropa sejak puluhan tahun sebelunya telah bertali-temali dan mengerucut menjadi penyebab perang. Liddel Hart, sejarawan kemiliteran inggris menyebutkan betapa ‘proses’ proses selama 5 tahun telah dilalui dan menjadikan eropa eksplosif.

Gravilo Princip adalah pemuda serbia bosnia yang ditugaskan membunuh Franz Ferdinand oleh sebuah kelompok rahasia Serbia. Organisasi ini tidak menyukai sikap putra mahkota Austria yang menyetujui konsesi bagi minoritas bangsa slav selatan atau bosnia yang kala itu merupakan bagian dari Kekaisaran Austria-Hungaria. Konsesi tersebut dianggap akan membuyarkan rencana Serbia untuk memanfaatkan ketidakpuasan orang Slav selatan guna memenuhi ambisinya untuk membentuk federasi Serbia Raya yang juga akan memasukkan Bosnia didalamnya. Selain itu, ada juga dugaan bahwa pembunuhan tersebut untuk memprovokasi perang antara Austria dengan Serbia, sehingga Rusia yang memposisikan dirinya sebagai ‘Pelindung Tradisional’ negara-negara kecil Slav di balkan, akan membantu Serbia dalam melawan kekuasaan Austria.

Konstelasi kekuatan di eropa itu pada intinya adalah kekaisaran Austria-Hungaria bersekutu dengan Kekaisaran Jerman, sedangkan Rusia bersekutu dengan Perancis, sedangkan Itali dan Rumania meskipun secara resmi beraliansi dengan Jerman dengan Austria-Hungaria, namun menunjukkan tanda tak mau terikat dengan kekuatan besar lainnya. Kerajaan Inggris memiliki semacam kesepahaman (namun bukan persekutuan) dengan Perancis dan Rusia. Serbia yang merupakan negara merdrka di Balkan, dianggap sebagai Protégé Rusia yang memang bernafsu menanamkan pengaruhnya di Balkan.
Peristiwa Sarajevo dan krisis yang mengikutinya terjadi justru pada situasi tatkala negara-negara di eropa tengah dihinggapi kemabukan akan nasionalisme masing-masing. Akibatnya, rasa dengki dan saling curiga pun cepat menyebar. Misalnya Inggris dan Perancis sebagai dua kekuatan kolonial terbesar terus bersaing dalam ekspansi teritori mereka. Apalagi negar koloni bukan sekedar untuk prestis, tapi nyata-nyata telah mendatangkan kekayaan luar biasa karena mendatangkan banyak sumber bahan mentah dan sekaligus pasar buat mereka. Sementara itu, kekuatan baru eropa, Jerman, yang baru menjadi negara kesatuan utuh pada tahun 1871 menganggap situasi ini tidaklah adil. Jerman yang terlambat datang sebagai kekuatan kolonial merasa Inggris dan Perancis dengan sengaja telah menghalang-halangi keinginannya menjadi negara kolonialis baru. Karena itu Jerman tidak mau mentolerasi situasi ini berlama-lama.

Sementara itu daratan Eropa, Austria-Hungaria pun dipusingkan dengan tekanan dari berbagai kaum minoritas yang ingin lebih bebas atau merdeka dari kekuasaan kekaisarannya, terutama di kawasan Balkan. Banyak kalangan di Wina yang berpendapat bahwa hanya dengan tindakan tegas terhadap Serbia , maka gejolak dikalangan bangsa Slav akan dihentikan. Serbia dianggap sebagai biang keladi semua kekacauan di Balkan. Pada waktu bersamaan, kepentingan dan pengaruh Rusia pun semakin terasa dikawasan Balkan sebagai lewat dukungannya terhadap bangsa Slav untuk lepas dari Kekaisaran Austria. Rusia sepertijuga Jerman, merupakan kekuatan berpengaruh di Eropa yang melihat perang sebagai pelepasan emosi, ambisi maupun frustasi nasional masing-masing.

Kebangkitan Jerman
Jerman sebagai negara bangsa yang modern yang baru terbentuk padatahun 1871, menyusul kemenangan Prusia atas Perancis. Kanselir atau PM Prussia Otto von Bismarck (1815-1898) yang dikenal sebagai tokoh pemersatu jerman, melihat bahwa musuh terbesar jerman adalah Perancis. Karena itu dia ingin mengisolasi Perancis dengan upayanya membentuk ‘Liga Tiga Kaisar’ antara Jerman, Rusia dan Austria-Hungaria pada tahun 1873. Kemudian diikuti oleh Itali juga Serbia dan Rumania, sedangkan Rusia yang tak akur dengan Austria-Hungaria, mengadakan aliansi tersendiri dengan Jerman.
Perancis sebagai kekuatan besar Eropa, tidak berdaya melihat berbagai manuver Jerman untuk mengisolasinya. Namun upaya Bismarck itu akhirnya berantakan tatkala tahun 1888 muncul kaisar baru. Wilhelm II , yang arogan dan tidak stabil. Di vemburu melihat kepopuleran Bismarck, sehingga negarawan sepuh itu dicopotnya dari jabatan Kanselir pada tahun 1890. Kaisar baru ini juga tidak suka berhubungan denga Rusia sehingga dia memutuskan aliansi Jerman-Rusia dengan alasan karena lebih dekat dengan Austria. Akibatnya ‘pengepungan terhadap Perancis’ pun patah karena rusia langsung membalas dan beraliansi dengan Perancis. Sebagai akibatnya, Jermanlah yang menghadapi dua lawan sekaligus, dimuka dan dibelakang rumahnya.

Begitu juga dengan politik Bismarck yang correct terhadap Inggris pun dibuyarkan oleh Wilhelm. Jika Bismarck menjaga antara hubungan Jerman-Inggris ‘saling isolasi yang bersahabat’, maka sepeninggal Bismarck dari pemerintahan, hubungan Jerman Inggris dengan cepat memburuk. Sebagai akibatnya, hubungan Inggris Perancis yang mulanya tak bersahabat karena persaingan kolonial mereka kini diperbaiki dengan rokonsiliasi lewat ‘entete cordiale’ antara mereka pada 1904. Dengan sendirinya hubungan Inggris dengan Rusia selaku sekutu Perancis mulai ikut terbentuk dan Jerman-pun semakin terkucil.

Padahal sebelumnya Inggris sudah tenang-tenang denga politik ‘Pax Britannica’-nya. London yang menikmati kekuasaan dan kekayaan kolonialnya yang luas di seluruh dunia, tidak mau direpotkan dengan urusan di Eropa. Baginya yang terpenting di Eropa harus terjadi ‘Just Equilibrium’, perimbangan kekuatan yang adil sehingga tidak ada kekuatan manapun yang menonjol dan mendominasi daratan Eropa. Dengan demikian Inggris bisa memainkan peranannya secara bebas tanpa mengikatkan diri dengan kelompok manapun yang saling bersaing di Eropa.

Sekalipun aliansi formal tidak dibentuk, namun pengaturan hubungan antara Inggris – Perancis – Rusia dikenal dengan sebutan ‘Triple Entente’ yang secara faktual membentuk persekutuan meskipun tidak bernama persekutuan. Namun pada tahun 1905 jepang yang sejak 1902 beraliansi dengan Inggris, menang perang terhadap Rusia di Timur Jauh, perkembangan ini untuk sementara membuat gembira Jerman yang melihat Rusia kalah . kesempatan ini digunakan Jerman untuk menjajal nyali Perancis lewat peristiwa di Maroko. Waktu itu Perancis yang tengah memperkokoh posisinya untuk menguasai Maroko pada 1911, untuk menghadapi pemberontakan oleh suku-suku pedalaman. Jerman memanfaatkan situasi itu untuk menggertak Perancis dengan mengirim kapal perang Panther ke arah pelabuhan Agadir, dengan alasan disitu ada kepentingan Jerman yang perlu dilindungi. Jerman mengharapkan Inggris akan diam saja, namun ternyata Inggris menunjukkan sikap pro-Perancis, sehingga memaksa Jerman untuk menghentika provokasinya. Meski demikian , Inggris mulai memandang dengan was-was peningkatan kekuatan laut Jerman.

Ketegangan di Eropa sebelunya sudah meningkat ketika Austria-Hungaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina tahun 1908, dengan resiko memancing kemarahan Rusia yang merasa punya ikatan khusus dengan kawasan Balkan. Namun Jerman mendukung Austria, sehingga Rusia menjadi segan beraksi dan hanya memendam kemarahan saja. Dengan berbagai kejadian itu maka sahabat Jerman di Eropa tinggal Austria-Hungaria saja, sedangkan Italia sikapnya serba tidak jelas.

Perkembangan situasi di Balkan sendiri tidak pernah menggembirakan. Rusia yang tak berdaya karena dibayangi ancaman Jerman yang membantu ekspansi Austria di Balkan, kini menintimidasi orang Serbia, Bulgariadan Yunani bahwa sudah saatnya untuk merebut kembali wilayah Eropa yang dukuasai Turki. Pada Oktober 1912 Montenegro mempelopori negara-negara Balkan lainnya untuk mengusir Turki. Ternyata Turki tidak sekuat seperti disangkakan, karena negara-negara kecil di Balkan ini dapat memukul Turki hingga perang Balkan berakhir pada 1913. Namun yang terjadi kemudian adalah para pemenang itu berebutan sendiri wilayah dan penduduk yang baru mereka dapatkan.

Bulgaria menyerang Yunani dan Serbia, tapi malah kalah sehingga baik Yunani maupun Serbia memperoleh wilayah dengan penduduk yang cukup besar jauh melebihi apa yang diperolrh Bulgaria. Tapi Austria yang sejak lama tidak menyukai Serbia, berhasil memaksakan kehendak terhadap Serbia agar melepaskan aksesnya ke laut Adriatik dengan mendorong kekuatan lain untuk mengakui kemerdekaan Albania. Sekalipun demikian, sesungguhnya Austria-Hungaria lah yang terpukul karena perang Balkan membuat Serbia lebih besar dan kuat. Lengkap dengan impian dan ambisinya untuk mewujudkan Serbia Raya yang menyatukan Slav selatan, dengan ogkos yang harus ditanggung oleh Wina. Tembakan pistol yang dilepaskan Gravilo Princip kearah Archduke Franz Ferdinand di Sarajevo lahir dari impian tersebut.

Blanko Cek Kaisar
Pembunuhan Franz Ferdinand menimbulkan kegusaran besar Austri-Hungaria yang benar-benar merasa dilecehkan dan ditantang oleh Serbia. Pemerintah Serbia sendiri menegaskan tidak pernah terlibat dalam peristiwa di Sarajevo tersebut. Rasionalitas digantikan dengan sikap panas, emosional tetapi juga ketidakbecusan, dampaknya bisa ditebak yaitu langkah yang sesat, fatal dan akibat yang katastropik. Kepala Staf Austria Marsekal Conrad von Hotzendorff menegaskan pembalasan secepatnya harus dilakukan terhadap Serbia. Padahal dia tahu bahwa untuk memobilisasi kekuatannya, Austria membutuhkanh waktu setidaknya dua minggu. Yang dia lihat adalah ini saat yang tepat untuk melenyapkan Serbia, sekali intuk selamanya. Namun PM Count Istvan Tisza tidak sependapat , dia mempertanyakan jika terjadi sesuatu misalnya jika Rusia membantu Serbia dan Austria-Hungaria tidak sanggup menghadapinya sendirian, apakah bantuan Jerman akan datang? Karena pertanyaan itulah Menlu Austria-Hungaria Count Leopold von Berchtold memutuskan untuk meminta pendapat dan nasihat Jerman terlebih dahulu.

Di Jerman sendiri krisis Sarajevo diterima dengan beragam sikap tatkala utusan Kaisar Austria Franz Josef, yaitu Count Alexander von Hoyos sampai di Berlin. Para pejabat Kemlu Jerman yang melihat potensi mata rantai bencana yang akan timbul, memilih berhati-hati dan moderat daripada kaum militer. Tetapi Kaisar Wilhelm II (Kaiser) sendiri sewaktu menerima Dubes Austria-Hungaria Count Laszlo Szoyeny-Marich pada 5 julia atau satu minggu setelah tragedi Sarajevo, memberi lampu hijau bagi Austria-Hungaria untuk bertindak. Dubes Szoyeny melaporkan bahwa Kaisar menegaskan , “aksi terhadap serbia jangan ditunda-tunda… meskipun itu bearti pecahnya perang antara Austria dengan Rusia.” menurut Szoyeny , Jerman pasti akan membantu Austria, dan Jerman akan menyesal dan kecewa jika sampai melihat Austria menyia-nyiakan momentum menguntungkan seperti sekarang ini.

Apa yang dinyatakan oleh Kaisar Jerman itu oleh banyak pihak diartikan bahwa Jerman telah memberikan cek yang masih kosong, ‘blank check’ untuk diisi sesuka Austria. Wilhelm sendiri kemudian menjelaskan apa yang telah diperbuatnya itu kepada Kanselir Theobald von Bethmann-Hollweg sert para perwira senior AD dan AL Jerman. Sesudah itu Kaisar dengan tenangnya pergi berlayar dengan kapal pesiarnya. Ia seolah-olah tidak menyadari sepenuhnya arti dan konsekuensi dari apa yang telah dianjurkannya kepada Austria-Hungaria.

Kemungkinan apa yang dilakukan Kaisar pada waktu itu hanyalah soal gengsi atau martabat kedua Kekaisaran, ‘Dual Monarchy’ Jerman dan Austria-Hungaria. Karena apabila Wina tidak mampu atau tidak berani menindak Serbia, maka akibatnya hanya akan semakin menjatuhkan wibawa. Selanjutnya, Kekaisaran Austria-Hungaria menjadi satu-satunya sekutu jerman di Eropa akan tercerai-berai. Apalagi Kekaisaran Austria-Hungaria yang disebut kandidat ‘orang sakit Eropa’ sebagaimana disandangkan pada Turki sebelumnya. Selain itu, keputusan Wilhelm yang mendorong Wina menghukum Serbia, juga disebabkan oleh kemurkaannya atas ditumpahkannya darah keningratan, lebih-lebih mengingat Archduke Franz Ferdinand adalah sobat pribadinya.

Wilhelm diduga juga terlalu percaya diri jika Austria melabrak Serbia, maka Tsar Nicholas II dari Rusia akan takut untuk ikut campur di Balkan karena tahu bahwa Jerman yang militernya terkuat di Eropa pasti berada dibelakang Austria. Tapi ada juga yang berpendapat bahwa krisis Sarajevo justru dimanfaatkan Jerman untuk memancing Rusia yang berambisi di Balkan, sehingga Jerman punya alasan untuk melakukan penggebukan preventif terhadap Rusia. Hal ini didasari perhitungan bahwa Jerman tidak mau menunggu Rusia semakin kuat, karena setelah kalah dari Jepang 1905, Rusia bukannya kendor tapi malah terus meningkatkan kekuatannya. Teori sejarah yang lain menyebutkan, Kaisar terlalu naif , memperkirakan konflik yang bakal terjadi sebatas hanya Serbia dan Austria, sementara Jerman mendukung Austria cukup dengan gertakan, bluff, agar pihak-pihak yang lai tidak ikut campur.

Tuntutan Austria
Di Wina sendiri ternyata tidak ada kesepakatan solid mengenai apa yang harus dilakukan. Meskipun diliputi kegeraman yang luar biasa segagai akibat peristiwa Sarajevo dan ulah Serbia yang dianggap mendalangi keonaran di Balkan, Austria juga tidak berani gegabah menyadari kelemahannya, terutama dalam bidang militer. Sementara pihak mengkhawatirkan jika Austria tidak segera bertindak terhadap Serbia, maka dukungan Jerman di masa depan akan diragukan. Bahkan ada yang mencurigai Jerman, bahwa krisis Sarajevo dimanfaatkan Berlin untuk mencapai penyelesaian dengan Rusia, dengan mengorbankan kepentingan Austria.

Tetapi akhirnya disadari bahwa Austria memang tidak boleh berlarut-larut dalam komunikasi diplomatik untuk membereskan soal pembunuhan Franz Ferdinand di Sarajevo. Karena semakin lama terseret dalam negosiasi, maka musuhnya akan punya waktu lebih untuk menelikungnya. Untuk itu Wina berniat segera mengirimkan memorandum kepada Serbia, dan jika Serbia tidak koperatif dalam menanggapinya, maka ada alasan Austria untuk segera menyerang Serbia. Tetapi Austria menunda pengiriman memo atau ultimatum itu karena menunggu berakhirnya kunjungan kenegaraan presiden Perancis Raymond Poincare dan PM-nya ke Rusia. Austria ingin memastikan lebih dulu dampak kunjungan itu dalam krisis Sarajevo. Dan benar saja, pada 22 juli Rusia memperingatkan Rusia agar tidak membuat tuntutan yang tidak mungkin dipenuhi oleh Serbia. Sikap Rusia ini diduga karena dipengaruhi oleh Perancis.

Begitu kunjungan kenegaraan pemimpin Perancis di St. Petersburg berakhir pada 23 juli, Wina langsung mengirimkan tuntutannya kepada Serbia yang bnerisi 10 poin, yang diantaranya Serbia harus mengizinkan Austria untuk memadamkan agitasi lokal yang melawan Austria-Hungaria, serta menindak sendiri siapapun yang terlibat dalam kejahatan 28 juni di Sarajevo. Tatkala Kaisar Franz Josef dipersilahkan membaca memo tuntutan itu, maka ia berkata “Rusia tidaka akan pernah menerima ini….. dan ini bearti suatu perang besar.” Dengan tepat Kaisar itu meramalkan apa yang akan terjadi, namun tak seorangpun di Wina yang mau mendengarkannya. Padahal memo tadi harus sudah ditanggapi Serbia dalam waktu dua kali 24 jam.
Menlu Rusia Sergei D. Sazonov sewaktu mengetahui isi tuntutan Austria juga punya feeling serupa, sehingga dia berupaya agar batas waktunya diperpanjang 48 jam lagi, namun ditolak Wina. Menjelang berakhirnya batas waktu, pada 25 juli Serbia mengirim balasan cerdas yang isinya diluar perkiraan. Beograd ternyata mau menerima hampir semua tuntutan Wina dan menawarkan arbitrase untuk hal-hal yang dianggapnya melanggar kedaulatannya. Sekalipun demikian, Serbia sadar bahwa jawabannya tidak akan memuaskan Wina, sehingga 3 jam sebelum menyerahkan jawaban itu Serbia diam-diam menyiapkan mobilisasi kekuatannya.

Begitu menerima jawaban dari Beograd, kontan Austria memutuskan kontak diplomatiknya dengan Serbia dan menyiapkan diri untuk berperang. Mobilisasi di Austria memang sudah berjalan dan akan selesai 10 agustus, saat yang tadinya direncanakan oleh Austria untuk memulai perang. Sementar itu Kaisar Jerman Wilhelm yang baru kembali dari pesiarnya di laut mengakui, bahwa jawaban Serbia sebenarnya membuat tak ada alasan lagi untuk memeranginya, namun demi memuaskna Austria yang merasa martabat dan kehormatannya telah dilecehkan oleh Serbia, dia menganjurkan agar paling banter Austria menduduki ibukota Serbia Beograd, dan setelah itu mengadakan perundingan. Tidak diketahui mengapa Wilhelm berubah sikap setelah sebelumnya dialah yang mendorong Austria untuk menghukum berat Serbia, dan menjamin bahwa Jerman siap mendukungnya.

Sementara pihak di Jerman sendiri waktu itu memang menginginkan pecahnya perang, termasuk Kanselir Bethmann-Hollweg. Pesan Kaisar Wilhelm kepada Wina dia sabot dengan menghilangkan bagian yang krusial, yaitu bahwa perang tidak diperlukan lagi. Ia bahkan sengaja mengirimkannya terlambat, yaitu pada 28 juli tatkala Austria baru saja mengumumkan perang terhadap Serbia. Tatkala mengetahui Inggris kemungkinan akan melakukan intervensi, Bethmann-Hollweg pun panik dan berusaha membujuk Austria untuk menahan diri dulu. Namun KastafJerman Helmuth von Moltke justru mendorong Wina untuk maju terus.

Mobilisasi Perang
Baik Serbia maupun Austria sama-sama telah memulai mobilisasi, kemudian disusul oleh Rusia dan Jerman yang juga menyiapkan mobilisasinya. Dibalik mobilisasi itu, semua pihak sesungguhnya telah memiliki agenda masing-masing. Misalnya agenda Austria adalah menggantungkan diri dengan Jerman yang diharapkan akan menetralisir semua ancaman dari Rusia. Sedangkan Rusia berharap bahwa persekutuannya dengan Perancis ditambah dengan tekanan diplomatik dari Inggris, akan membuat Austria terisolasi. Meskipun Rusia terkadang jengkel dengan protégé-nya, Serbia, namun tidak dapat melihat Serbia dilenyapkan begitu saja, karena ini bearti menghilangkan wibawa dan pengaruh Rusia di Balkan.

Sekalipun tidak ada persekutuan resmi antar Inggris dan Perancis, namun Inggris memiliki komitmen moril yang kuat bagi Perancis. Kedua negara dalam tahun-tahun terakhir telah melakukan berbagai pendekatn rahasia. Karena itu tatkala Jerman melanggar kedaulatan dan wilayah Belgia pada awal perang, maka bagi Inggris ada alasan kuat untuk terlibat dan berdampingan dengan Perancis. Karena selain kedekatannya dengan Perancis, Inggris juga menjadi salah satu penjamin kedaulatan dan netralitas Belgia.

Pernyataan perang Austria terhadap Serbia, keesokan harinya 29 juli disusul dengan bombardemen oleh Austria terhadap ibukota Serbia, Beograd. Rusia amat tersinggung, dan Tsar Nicholas II memerintahkan mobilisasi di front Austria jika Wina sampai menyerbu Serbia. Sebelumnya Perancis telah meminta Rusia agar mobilisasi jangan hanya di front Austria, namun mobilisasi total. Tapi Tsar tetap menahan diri hingga para jenderalnya meyakinkan bahwa mobilisasi umum harus dijalankan dari awal agar efektif manakala perang sampai pecah. Pada waktu yang sama, 31 juli, Jerman menyatakan keadaan darurat dan menuntut Rusia agar dalam tempo 12 jam membatalkan mobilisasi dan semua persiapan perangnya terhadap Austria.
Rusia tidak menanggapi tuntutan Jerman tersebut, sihingga pada 1 agustus Jerman mulai melakukan mobilisasi umum dan sekaligus menyatakan perang terhadap Rusia. Satu hari sebelumnya, Jerman mengirimkan ultimatum kepada Perancis. Dalam tempo 18 jam, Perancis harus menunjukkan posisinya dengan jelas manakala pecah perang antara Jerman dengan Rusia. Perancis pun menjawab bahwa ‘sikap dan tindakannya akan sejalan dengan kepentingannya’, dan saat itu juga Kastaf Perancis Jenderal Joseph Joffre mendesak kabinet agar menyetujui mobilisasi umum yang langsung dijalankan.

Mengapa Jerman memancing Perancis agar terlibat dalam perang? Hal ini didorong oleh sikap kaku Jerman yang ingin melaksanakan ‘Rencana Schlieffen’ apabila pecah perang di Eropa. Dalam rencana ini, dengan segala daya dan kekuatan, Jerman harus menghantam dan menundukkan Perancis terlebih dahulu dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Baru setelah itu berpaling ke timur dan melibas Rusia yang dianggapnya lebih lemah dari Perancis di barat. Untuk menghantam Perancis dengan cepat dan masif, Jerman harus melalui Belgia. Karena itu pada 2 agustus dia meminta jalan melewati negara netral tersebut. Tentu saja permintaan itu ditolak, karena itu pada 3 agustus 1914 Jerman-pun menyatakan perang terhadap Perancis, dan Jerman langsung menghadapi perang dua front, barat dan timur sekaligus.
Inggris pada 4 agustus mengultimatum Jerman untuk menghormati kenetralan dan kedaulatan Belgia. Tatkala ultimatum itu dicampakkan oleh Berlin, maka status berperang antara Inggris dan Jermanpun dimulai pada 4 agustus malam. Dengan demikian lengkaplah pernyataan perang saling diumumkan oleh kekuatan-kekuatan utama di Eropa. Semua saling mempengaruhi dan terkait satu sama lain, entah itu sebagai dampak dari benturan nasionalisme ataukah ketiaadaan sikap negarawan sejati para pemimpin sipil maupun militer masa itu, Eropa telah menjadi bom wahtu yang dahsyat yang siap diledakkan. Karena itu benarlah apa yang ditulis oleh sejarawan Barbara Tuchman dalam buku terkenalnya ‘The Guns of August’ (1962), yang melukiskan situasi di Eropa menjelang pecahnya PD I.

Jumlah Korban Militer PD-I

Posted by Smoking Frogz in


Jumlah korban pada PD I tidak bisa dihitung secara pasti, namun jumlahnya jelas jauh diatas korban-korban perang sebelumnya yang pernah ada. Korban PD I meliputi korban militer dan sipil yang menjadi korban pembunuhan massal, massacre atau juga sebagai akibat bencana kelaparan karena terekspos perang. Data yang ada menyebutkan hampir 17 juta tentara yang tewas atau hilang, sedangkan jumlah sipil diperkirakan 12,6 juta mendekati korban militer itu sendiri.

Laporan departemen peperangan AS yang dikeluarkan tahun 1924 menyebutkan, dalam perang dunia itu Sekutu memobilisasi kekuatannya hingga 42.188.810 personel, sementara Jerman, Austria-Hungaria, Turki dan Bulgaria menghimpun kekuatan sebesar 65.038.810 personel. Dari pihak Sekutu, Rusia memiliki jumlah personel terbesar yaitu 12 juta, Inggris 8.9 juta (tersebar diseluruh imperiumnya), Perancis 8.4 juta, Italia 5.6 juta dan AS 4.3 juta. Jerman sendiri memobilisasi 11 juta, Austria-Hungaria 7.8 juta, Turki 2.8 juta dan Bulgaria 1.2 juta.

Dari jumlah itu, korban di pihak Sekutu 5.152.115 sedangkan di pihak musuhnya mencapai 3.386.200 korban tewas. Korban terbanyak adalah Jerman mencapai 1.773.700 orang disusul Perancis 1.357.800, Austria-Hungaria mencapai 1.2 juta, Inggris 908.371, Italia 650.008 jiwa, Rumania 335.706 dan Turki 325.000 tentaranya yang tewas.

Selain itu tentara kedua pihak yang hilang atau tertawan dilaporkan mencapai 4.121.090 dipihak Sekutu dan 3.629.829 di pihak Jerman cs. Menurut Departemen Peperangan AS, korban yang terluka di pihak Sekutu mencapai 12.8 juta sedangkan di pihak Jerman cs 8.388.448, sehingga jumlah keseluruhan korban luka dari semua pihak mencapai 21.219.452 orang. Apabila dipersentasekan dengan yang dimobilisasi oleh semua negara yang terjun langsung dalam peperangan, maka jumlah korban baik yang tewas , hilang dan tertawan maupun terluka adalah 57.6% dari seluruh kekuatan yang ada di kedua belah pihak.

Walaupun AS sendiri terlambat terjun dalam PD I, namun jumlah korbannya cukup besar, yaitu tewas 77.889 dan terluka 198.050. Dari jumlah 36.926 yang tewas tersebut, 13.628 tewas secara langsung akibat terluka dalam pertempuran dan 23.853 tewas karena penyakit, 2.557 tewas akibat kecelakaan, 328 tewas tenggelam, 296 bunuh diri, 159 dibunuh (murdered), 11 Ddi eksekusi dan 131 meninggal karena penyebab lainnya.

Angka-angka ini adalah personel militer AS yang bertugas diluar negerinya sendiri, terutama di front Eropa. Namun selama PD I, personel militer AS banyak yang tewas dalam negerinya sendiri, terutama karena sakit sebanyak 62.668, sedangkan yang meninggal karena luka yang diderita dalam pertempuran 45 orang, dieksekusi 25, bunuh diri 671, tenggelam 399, kecelakaan 1.946, dibunuh 159, dan tewas dalam pertempuran (killed in action) tercatat 5 orang.

Dua Tembakan di Sarajevo Pemicu Perang

Posted by Smoking Frogz in


Pada minggu pagi 28 juni 1914 yang cerah, kereta api kerajaan tiba di stasiun Sarajevo. Archduke Franz Ferdinand dan istrinya Duchess Sophie turun dari kereta dan disambut oleh Jenderal Oskar Potiorek, Gubernur militer kekaisaran Austria-Hungaria di Bosnia-Herzegovina, yang kala itu menjadi propinsi Austria. Tanggal itu bertepatan dengan hari peringatan atau festival terpenting Serbia, tetangga Bosnia yang merdeka. Festival itu intuk memperingati St. Vitus dan pertempuran Kosovo abad pertengahan yang amat bersejarah bagi bangsa Serbia karena membebaskan mereka dari penjajahan Turki, sehingga kedatangan Franz Ferdinand oleh orang Serbia di Bosnia, dianggap sebagai ‘provokasi’ mengingat politik pan-Slavia selatan yang saat itu ingin merdeka dan bebas dari Austria. Tanggal 28 juni itu kebetulan juga ulang tahun pernikahan ke-14 Franz Ferdinand dengan Sopie.

Dari awal di stasiun, pengaturan keamanan untuk pasangan kerajaan tersebut terasa sangat kurang disiapkan dengan baik. Padahal Franz Ferdinand dengan posisinya sebagai Inspektur Jenderal angkatan bersenjata Kekaisaran akan terlibat dalam upacara public. Dari stasiun, ia dan istrinya serta Jenderal Potiorek naik mobil sport terbuka diiringi sejumlah mobil pengawal. Franz Ferdinand yang begitu percaya diri, bahkan meminta mobilnya dipelankan agar dapat melihat lebih seksama kota tua Sarajevo. Tak jauh dari kantor pusat kepolisian, sewaktu Potiorek menunjukkan barak militer yang baru, seorang pemuda bernama Nedjelko Cabrinovic melontarkan bom ke mobil Franz Ferdinand.

Bom mengenai lipatan atap mobil bergulir dan jatuh ke jalan, meledak dibawah mobil dibelakangnya, melukai sejumlah perwira pengawal serta public yang sedang menyaksikan iringan mobil tersebut. Mobil-mobilpun lalu dipercepat lajunya menuju balai kota, namun Franz Ferdinand meminta mobil dipelankan lagi. Dia ingin mengetahui apa yang terjadi dan apakah ada yang terluka dalam rombongan. Sesudah berhenti sejenak, perjalanan dilanjutkan dan Archduke tiba dib alai kota dengan kegusaran akibat peristiwa tadi, suasana riang untuk memperingati ulang tahun prkawinan pun buyar.

Ia menyatakan keinginan untuk singgah ke rumah sakit militer untuk menjenguk perwira yang terluka akibat serangan granat, setelah itu baru mengunjungi museum seperti yang dijadwalkan. Sophie yang tadinya tidak akan ikut ke museum, kini malah minta untuk terus mendampingi suaminya. Rombongan selanjutnya meninggalkan balai kota dengan kecepatan tinggi, namun kekeliruan terjadi karena para sopir rupanya tidak diberitahu mengenai acara mendadak untuk singgah di rumah sakit militer. Dua mobil pengawal terdepan melaju terus dan berbelok, dan akan diikuti oleh mobil ketiga yang ditumpangi Franz Ferdinand dan istrinya.

Jenderal Potiorek yang juga berada dalam mobil ini meneriaki sopirnya, dan sopirpun langsung mengerm mobilnya. Sesaat setelah mobil berhenti, seorang anak muda berperawakan kecil mencabut pistol. Seorang polisi yang didekatnya melihat Gravilo Princip memegang pistol dan berjalan cepat kearah mobil berusaha merebut pistol tersebut, namun tiba-tiba polisi ini dipukul dan dijatuhkan oleh orang-orang tak dikenal, sehingga Princip dapat mendekati mobil pada jarak hanya beberapa langkah saja, dia mulai menembak beruntun dua kali. Tembakan pertama secara fatal menembus perut Sophie yang tengah hamil muda, dan peluru kedua masuk ke dada Franz Ferdinand didekat jantung. Tubuh Sophie langsung melorot dari tempat duduknya dan wajahnya terbenam diantara kedua lutut suaminya, Franz Ferdinand hanya sempat bergumam, ‘sofia..’ sebelum kepalanya terkulai.

Mobil dipacu ke kediaman resmi Potiorek, namun setiba disana keduanya telah meninggal dunia. Ketika kemudian lonceng-lonceng di Sarajevo mulai berdentangan, tak seorangpun mengira bahwa bunyi lonceng tanda duka tersebut sesungguhnya melambangkan tragedi kemanusiaan luar biasa yang bakal terjadi, berupa pertumpahan darah selama empat tahun yang akan menyeret jutaan orang mati di Eropa, Asia dan Afrika.

Princip sendiri langsung ditangkap ditempat , dipukuli dan ditendangi polisi sebelum diseret ke penjara. Besoknya dia dipindahkan ke penjara militer, disana kakinya dirantai. Rantai yang terus dikenakannya sampai kematiannya. Meskipun ia membantah bekerjasama dengan orang lain, namun sejumlah orang lainnya dicomot dan di konfrontasikan, termasuk Cabrinovic, si pelempar bom. Namun Princip tetap bersikeras tidak mengenal mereka. Satu-satunya ungkapan penyesalannya adalah bahwa dia telah membunuh istri Archduke, Sophie. Ia menyatakan sebenarnya sasaran dia adalah Archduke, dan kalaupun meleset dia berharap yang terkena adalah Jenderal Potiorek.

Princip diketahui adalah anggota organisasi ‘Tangan Hitam’ atau ‘Persatuan Kematian’ (Udejindenje ili smrt), kelompok rahasia orang Serbia di Bosnia yang memperjuangkan cita-cita bangsa Slav selatan untuk merdeka dari kungkungan kekaisaran Austria dengan melakukan terror maupun kekerasan lainnya.

Dia dihukum penjara 20 tahun, hukuman maksimal bagi dia karena hukuman mati dilarang bagi pelaku kejahatan yang usianya dibawah 20 tahun. Tatkala dia menembak Archduka dan istrinya, umur Princip belum genap 20 tahun. Dia meninggal di penjara pada 28 april 1918, beberapa bulan sebelum berakhirnya PD I. dia mati setelah tangannya diamputasi akibat tuberkolosis tulang yang rupanya telah menggerogoti tubuhnya sejam sebelum masuk penjara. Gravilo Princip pun dijadikan pahlawan oleh bangsa Serbia.